Tulip

Tulip

Rabu, 11 April 2012

Jamuan Cinta Sang Maha Cinta (saduran blog lama)

Kini aku terduduk sendiri, di serambi yang penuh kenangan ini aku mengenangnya. Tentang candanya dan gurauan-gurauan penuh nasihat dan cinta.
@@@
Bis-millah-hirrahma-nirrahim…
Suara-suara cadel itu kini selalu terdengar di kala hari menjelang malam, ba’da maghrib. Mereka adalah anak-anak balita yang tinggal di sekitar rumah kami. Semenjak suamiku memboyongku ke daerah ini, 2 tahun lalu. Rumah kami tak pernah sepi dari suara-suara cadel khas anak-anak balita.
Mas Arsyad, dialah suamiku. Sosok yang sampai saat ini senantiasa mengisi hatiku dan kehidupanku, hanya dia seorang, tak ada yang lain.
“mas tadi yang ngaji kok banyak banget” aku memulai pembicaraan setelah beliau selesai ngajari ngaji
“iya dik, tadi ada 3 santri baru. Tetangganya arya ituloh, yang rumahe di Rt 4.”
“ohw,,,, pantesan agak ramai, ternyata mereka kedatangan teman lagi.” Ucapku sambil membuat wedang jahe favorit mas Arsyad.
Selama ini kita hanya tinggal berdua di rumah ini. Rumah ini merupakan hasil kerja keras mas Arsyad sendiri, sebelum menikah denganku, dia sudah menabung untuk membuat rumah ini. Meski tak bisa di katakana bagus, tapi sangat nyaman buatku untuk menempatinya.
Kini usia perkawinan kami sudah hampir 2 tahun, tapi entah kenapa kok belum dapat momongan juga. Padahal kami sudah sangat mengharapkan kehadiran seorang jabang bayi, yang bisa melengkapi kebahagian kami. Tapi kami menyadari bahwa kami hanyalah manusia biasa, yang hanya bisa berdo’a dan berusaha,yang menentukan adalah Allah semata.
“kabeh-kabeh kersane Allah” kata itulah yang sering dia ucapkan untuk meredam keinginanku untuk segera memiliki momongan.
Dengan kehadiran santri-santri kecil itulah gejolak jiwaku agak terobati. Mendengar ucapan-ucapan cadel mereka. Yang saling berkomunikasi satu sama lain yang sering sekali bahasanya tak bisa ku mengerti maksudnya. Melihat keluguan wajah dan sikap mereka, sering membuatku malu pada diriku sendiri, pada kejujuran yang senantiasa mereka tampakan. Kejujuran yang sekarang ini sulit sekali di dapati dari kedok-kedok wajah para manusia dewasa.
“eh lio kamu tahu tidak, tadi ibuku beyiin aku mainan balu loh, mobil-mobilan”
“atu juga puna kok, kalo mobil-mobilan 3 malah”jawab anak yang dipanggil lio tadi
“gimana kalo betok kita bawa mobil-mobilan, tyus maen baleng?”
“iya atu mau, kita maen baling-baleng ya….”
Itulah beberapa celotehan santri-santri kecil mas Arsyad, yang sering menggodaku untuk tidak bisa tidak tersenyum karena lucu mendengarnya.
@@@
Malam sudah larut, kesunyian pun menghinggapi. Yang terdengar hanya detikan jarum jam yang tak pernah berhenti berputar. Sesekali terdengar suara ayam di kejauhan, yang kata guruku dulu ayam itu mengingatkan orang-orang yang belum sholat isya agar segera melaksanakan sholat.
Jam sudah menunjukkan pukul 00.10, tapi mataku masih sulit untuk dipejamkan. Padahal tadi sore terasa capek banget sudah pengen tidur, tiba giliran waktu tidur mata tidak mau di tidurkan. Tiba-tiba mataku tertuju pada buku hitam yang kelihatan sudah usang, kucoba mengingat-ingat buku apa itu, dan sedetik kemudian kutemukan jawabnya. Ya itu adalah buku diariku yang sudah hampir setahun ini tak kusentuh, karena kesibukanku di kampus. Padahal dulu dialah teman curhatku yang paling setia, yang tak pernah protes ketika aku menyibukkannya dengan celotehan-celotehan hatiku.
13 mei 2000
Dee,
Bentar lagi aku akan jadi anak kuliahan loh, enaknya kuliah dimana ya?
Wah bingung nih dee, kayake enak juga ya jadi anak kuliahan.
Bisa masuk sesukanya, ga usah pake seragam lagi. Punya jas almamater juga.
Jadi ga sabar nih malah, semoga saja dapat universitas yang bagus.
Do’akan ya dee.
Satu halaman ku baca isinya hanya cerita singkat seperti itu, aku merasa lucu juga membaca tulisanku sendiri. Kulanjutkan membacaku ke lembar berikutnya.
Dimalam 1 juni,2000
Dee,
Aku deg-degan besok sudah pengumuman akhirku, kira-kira aku diterima ga ya?
Rasanya berat banget, aku minder sama pendaftar yang lain, kayake mereka sudah siap dengan segalanya, sedangkan aku hanya bermodal nekat. Duh dee benar-benar deg-degan nih. Kira-kira temenku pada keterima juga ga ya? Pokoknya aku janji dee, low aku keterima aku akan kuliah sungguh-sungguh biar tidak mengecewakan harapan ayah sama ibu.oke dee, kamu saksinya ya!!!!
Keterbelakangan bukan menjadi penghalang untuk berprestasi
Tak terasa air mataku menetes begitu saja, jatuh meluncur membasahi diari usang itu. Mungkin tulisan itu sudah mengingatkan pada janji yang sudah tertulis. Tidak mengecewakan ibu dan bapak. Itulah alasan utama air mataku menetes.
Tidak kuteruskan membacaku di halaman berikutnya, akhirnya aku mengambil pena dan mencari halaman yang kosong untuk memulai lembaran baru dalam diariku.
Setahun sudah, 1 mei 2001
Perjalanan menjadi mahasiwa telah aku rasakan, setahun sudah aku berda dalam dunia yang dulu sangat kuinginkan, meski tidak diterima di Jakarta bukan berarti perjuangan sudah berakhir. Niatku disana belajar disini juga belajar. Meski rasa kecewa itu sering memberontak, tapi aku harus menahnnya. Janjiku tidak akan mengecewakan harapan ibu dan bapak, melihat anaknya menjadi sarjana yang sukses.
Mohon ridloMu ya Rabb, Engkaulah tempatku memohon dan meminta tolong.
Lega rasanya sudah menuliskan kata-kata itu, Cuma hitam di atas putih sebagai ungkapan isi hati. Akhirnya aku ketiduran sampai subuh, dan buku usang itu masih menempel dalam pelukanku.
@@@
Teringat beberapa tahun silam ketika aku mulai mengenal sosok yang selama ini mengimamiku sholat.
Dialah Mas Arsyad, suamiku saat ini.
“Ndin besok ada acara seminar di jogja, kamu mewakili organisasi ya. Aku ndak bisa datang”
“Emang seminar apa mbak?” aku meminta penjelasan pada mbak Rateh. Dia adalah ketua organisasi keputrian dalam organisasi ini.
“dengar-dengar sih seminar keagamaan, udah kamu berangkat aja sama Citha, tadi dia sudah kukasih tahu juga” jelas mbak Rateh meyakinkan aku.
“tempat sama waktunya kapan mbak? Masak ke jogja saja, ga di kasih tahu tujuannya. Jogja luas loh mbak, kalo kita nyasar gimana?” cerocosku meminta kejelasan dari sang ketua
“iya adik manis, tempatnya tuh di kampus UIN Sunan Kalijaga jam 08.00 tepat, ga boleh telat sedetikpun”
“sudah jelas to, pa masih ada yang mau ditanyakan, aku mau kuliah nih”.
“iya mbak, udah kok,hehehe…”
Sebagai sekretaris aku ngikut aja perintah ketua, selama perintah itu tidak menyimpang dari aturan yang ada. Sedang Citha sendiri adalah wakilnya mbak Rateh. Udah deh kita terima job itu mumpung lagi libur sekalian juga jalan-jalan di kota pendidikan itu.
@@@
Acara dimulai tepat pukul 08.00 WIB, tidak kurang dan tidak lebih. Beruntung saja kami mengikuti saran mbak rateh kemarin. Alhamdulillah tidak terlambat, dan mendapat tempat di depan pula, tempat yang strategus untuk menyimak materi yang dibicarakan nara sumber.
Perhatianku tertuju pada background diatas panggung, yang tertulis “SEMINAR NASIONAL ISLAM, WAKTU REMAJAKU TIDAK HANYA UNTUK MENGUMBAR NAFSU” Dengan pembicara bla..bla…bla…
Subhanallah, kata itu meluncur begitu saja dari lisanku. Acara seperti inilah yang sejak dulu aku ingin adakan, tetapi belum sempat terwujud karena berbagai pertimbangan dari dalam diriku sendiri. Seminar berlangsung menarik dengan berbagi pertanyaan dari audience, yang kadang terdengar agak menggelikan , tapi memang benar adanya.
Yang aku kagumi adalah salah satu dari pembicara itu adalah seorang mahasiswa yang masih aktif kuliah dan dengar-dengar dia masih satu universitas dengan kami, aku dan Chita. Setelah acara itu selesai kami langsung menuju ke tempat panitia, karena selain mendapat tugas menghadiri undangan, kita juga di minta untuk sekalian meliput untuk dijadikan bulletin kegiatan organisasi kami. Sekedar tanya-tanya tentang acara tersebut.
Kami juga menemui nara sumber yang masih ada waktu untuk diwawancarai sebentar, dan salah satunya adalah mas-mas yang mencuri perhatianku atas pemikirannya yang hamper seide denganku.
“mas Arsyad bisa minta waktunya sebentar tidak?” Chita memulai pembicaraan, ternyata dia sudah tahu namanya.
“iya, ada yang bisa di bantu” ramah itulah kesan pertama yang kudapat.
“mau sekedar tanya-tanya, bahasa kerennya wawancaralah, buat bulletin kegiatan”lanjut Chita
“kayaknya pernah lihat ya sebelumnya”
“iya mas, saya Chita dulu pernah mengikuti acara di fakultasnya mas, yang dulu juga jadi pembicara kan?”
“iya-iya, yang sering bertanya itu to?”
“yap betul, dan ini teman saya, namanya Andin” di perkenalkan begitu aku hanya tersenyum saja.
Wawancara kami berlangsung cukup lama, bahasa mas Arsyad yang ringan dan santai membuat kami betah ngobrol lama dengan beliau. Sampai akhirnya kamimenyepakati untuk ngebis bareng, berhubung tujuannya juga sama.
Dari percakapan itu, aku tahu bahwa mas Arsyad adalah mahasiswa sastra Arab dan sekarang sudah semester 6, Dia sering diundang kemana-mana karena memang pandai dan omongnnya berisi, orangnya juga ramah dan rendah hati.
@@@
Setelah satu tahun menjalani kehidupan di kos, aku mulai merasa jenuh. Dengan keseharian yang begitu-begitu saja, aku ingin memperbaiki diri. Rasa-rasanya ilmuku belum ada yang dapat dibanggakan, apalagi diandalkan untuk memasuki dunia masyarakat yang semakin kompleks ini. Akhirnya aku memutuskan untuk pindah ke pondok pesantren, mungkin karena hidayah dari Allah juga aku mau masuk pondok. Yang terkenal dengan kegiatannya yang seabrek dan sering menyebabkan ngantuk ketika di kampus. Terlepas dari semua itu aku memantapkan diriku untuk mendaftar dan bermukim disana sambil nimba kawruh dari pak yai.
Tak pernah aku sangka, mas Arsyad yang beberapa bulan lalu kuwawancarai ternyata juga seorang santri disini. Orang yang aku kagumi karena bisa menyampaikan pikiranku, maksudnya pemikiran beliau juga dengan baik sehingga mudah diterima orang, ternyata nyantri di tempat yang sekarang ini aku juga mulai belajar.
Dari situlah hubunganku dengan mas Arsyad semakin dekat, sebagai pendatang baru aku kurang begitu paham tentang dunia perpondokan. Dan rujukan utamaku adalah kepada beliau berhubung belum ada mbak-mbak’e yang akrab.
Mungkin benar kata pepatah jawa tresna jalaran saka kulina, dari kebersamaan itu kita merasa saling memiliki satu sama lain. Dan ketika aku sudah menyelesaikan s1 , dan beliau semester 2 di studi s2nya, beliau matur pada abah yai untuk mengkhitbahku. Satu tahun setelah itu dia merampungkan s2 nya dan langsung mengajar menjadi dosen tetap di kampusnya. Sedang aku mengajar di sebuah sekolah swasta milik yayasan islam. Atas kesepakatan bersama akhirnya kami meresmikan hubungan itu dengan mengucap ijab-Qabul pada tanggal 14 september 2005.
Dan tepat dua tahun berselang pada hari tanggal yang sama pula, kejadian yang tak pernah aku bayangkan terjadi. Sore itu beliau pergi membelikan mangga muda untukku yang sedang hamil, tiba-tiba ada sebuah truk yang remnya blong melaju dengan kecepatan tinggi dan menyerempet motor yang dikendarai mas Arsyad sampai ke luar badan jalan, otak belakangnya mengalami pendarahan meski sempat mendapat perawatan selama beberapa hari, tapi Allah menghendaki lain. Allah mengambilnya tepat di hari jum’at ketika orang-orang sedang melakukan sholat jum’at. Beliau hanya berpesan kepadaku agar menjaga bayi yang ada dalam kandunganku, dan mendidiknya dengan bimbingan para alim ulama’. Itulah wasiat terakhir darinya, sebelum malaikat izrail mengambil nyawa milik Allah yang ditipkan pada raganya.
@@@
“Assalamu’alaikum, umi Ulul pulang…”
Suara cadel itu menyadarkanku dari lamunan panjang itu, itulah suara Muhammad Amirul Arsyad, anakku yang kini sudah berusia 4 tahun.
“wa’alaikum salam…”jawabku sembari menuju ke arah suara itu, kemudian kupeluk dan kucium keningnya sebagai tanda sayangku padanya.
>>>dalam kesendidrian>>semarang 30 mei 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar