Langit
menjingga
Kepak sayap pipit berebutan menuju sarang
Ketika siluet senja yang makin kelam
Kepak sayap pipit berebutan menuju sarang
Ketika siluet senja yang makin kelam
Deburan
ombak bagai simphoni indah
Pengiring
kepulangan mentari ke peraduan
Keras,
mengganas
Memecah
kesunyian dalam lamunan
Duhai
senja,
Kini
kau rengkuh aku pula dalam peluk eratmu
Seperti
yang kau lakukan pada pendahulu-pendahuluku
Setelah
kau bebaskan aku menari-nari kala pagi
bersama mimpi
Duhai
senja,
Pernah
ku goreskan asa
Merenda
cita dan cinta untuk berbahagia katanya kala senja
Kala
itu kau suguhkan aku siang
Meski
panas dan menyengat sungguh terasa terbakar
Duhai
senja,
Kusampaikan
kini padamu
Sebelum
kau menenggelamkanku dalam petang
Tentang
pagiku, tentang siangku
Duka
lara, tangis derita semua berharga
Layaknya
gosokan mutiara yang semakin cemerlangkan
Ada
tawa setelah tangis, ada suka setelah derita
Begitukah
cerita kala pagi dan siang itu
Yang
hanya mampu ku eja tanpa makna
Tentang
arti sebuah keikhlasan katanya
Meski
tertatih dengan kerikil-kerikil tajam
Kini
aku sampai padamu juga
Duhai
senja, kupasrahkan raga dan jiwaku kini
Dalam
pelukan jinggamu yang semakin hilang petang
lomba cerpen dan puisi HAS XXIII PPDAW
dimuat dalam buku antologi cerpen dan puisi santri ASY_HA_DU
lomba cerpen dan puisi HAS XXIII PPDAW
dimuat dalam buku antologi cerpen dan puisi santri ASY_HA_DU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar