Tulip

Tulip

Sabtu, 30 Agustus 2014

Qoni'a Jepara

Qoni’a bagiku bisa diibaratkan seorang bayi yang dilahirkan oleh 4 orang bunda sekaligus. Tak lazim memang, tapi untuk sebuah pengibaratan apa salahnya. Masih teringat jelas memori masa itu, ketika kita berjuang bersama untuk melahirkan Qoni’a sang bayi. Kerempongan demi kerempongan kita lakukan, bahkan ambisi dan idealisme itu semakin menggebu ketika perdebatan sengit diantara kita terjadi. Bunda leader yang strukturalis, bunda kreatif yang perfeksionis, bunda teknisi yang menjadi katalis, dan entah aku bagian apa, mungkin komporis yang semakin menambah panas perdebatan. Dan akhirnya Qoni’a pun lahir di tengah-tengah kita. Aku yakin tak ada satupun diantara kita yang menyadari hari, tanggal dan pukul berapa secara resmi Qoni’a lahir di dunia ini, karena memang tak ada dokter, bidan, atau dukun bayi yang membantu proses kelahirannya. Ujug-ujug mak bedunduk langsung dibancai.

Menjadi seorang bunda yang harus mengasuh bayi ternyata susah-susah gampang, apalagi pada pengalaman pertama seperti yang kita alami. Meskipun bayinya cuma satu dan bundanya ada empat, kerempongan demi kerempongan masih saja hinggap pada masa pengasuhan Qoni’a. Kita mempunyai cita-cita yang sama, yaitu  bagaimana caranya agar Qoni’a sang bayi yang baru lahir itu bisa tumbuh dan berkembang dengan baik di masyarakat. Malam menjadi saksi diskusi-diskusi panjang yang kita lakukan, siang menjadi kamera perekam perjalanan kita mengenalkan sang bayi kepada masyarakat. Akan tetapi apa mau dikata, pertumbuhan Qoni’a terlalu lambat, bahkan dia butuh penanganan yang lebih intensif dari bunda-bundanya. Padahal bundanya adalah orang-orang rempong semua. Kita selalu berusaha bersama demi Qoni’a, karena kebersamaan itu semangat kita selalu terbakar. Sampai pada suatu masa stock bahan bakar untuk membakar semangat itu limit dan mengalami kelangkaan. Dan hal itu berakibat kurang baik pada Qoni’a. Kelangkaan bahan bakar itu menurunkan semangat kita, perhatian dan kasih sayang yang seharusnya Qoni’a dapatkan dari bunda-bundanya berkurang. Jiwa keibuan dan kesabaran kita di uji dengan situasi yang kurang mendukung ini. Tak ada maksud sedikitpun untuk menelantarkan Qoni’a yang baru lahir itu begitu saja, tetapi faktalah yang berkata. Kita ternyata belum layak menjadi bunda yang baik untuk Qoni’a, perhatian kita yang seharusnya untuk Qoni’a teralihkan dengan kesibukan masing-masing. Qoni’a pun hanya tinggal nama.
Rasa memang tak pernah bohong, apalagi rasa sayang seorang bunda pada anaknya. Kenangan bersama Qoni’a tak pernah lekang oleh waktu. Kita tidak pernah tahu rencana apa yang Tuhan takdirkan untuk kita, cita-cita dan do’a yang selalu kita sampaikan padaNya pada waktu yang tepat pasti diijabah, meski harus diuji dulu dengan situasi-situasi yang kurang mengenakkan hati. Dengan Izin Allah tepat tanggal 10 Agustus 2014 lahirlah bayi Qoni’a di Jepara. Kelahiran yang sudah direncanakan, kuselisihkan sehari dengan ulang tahun adikku supaya lebih mudah mengingatnya. Nama dan cita-cita itu masih seperti Qoni’a bayi kita bersama. Disaat teman-teman sebayaku sudah berbahagia menimang bayinya, aku pun juga bisa berbahagia dengan menimang-nimang bayiku yaitu Qoni’a. Perhatian dan kasih sayang kufokuskan padanya. Aku dibantu beberapa keluarga dan teman yang ada di Jepara berusaha untuk menjadikan Qoni’a sosok yang baik di masyarakat Jepara. Ide, masukan dan saran semuanya kutampung dalam wadah yang sangat besar untuk selanjutnya kusortir dengan meminta pertimbangan orang-orang spesial.
Aku dan Qoni’a yang masih bayi itu sama-sama baru mempelajari masyarakat disekiling.Tentang sosio culture, pola hidup, kebiasaan, norma dan segala tetek bengek yang ada disini. Tak mudah memang hidup di antara masyarakat yang heterogen, tapi mau tidak mau harus dijalani karena itu adalah proses. Berkat dukungan dan bantuan keluarga dan teman-teman, kini Qoni’a sedikit demi sedikit dikenal masyarakat, meskipun masih dalam lingkup yang sangat kecil. Tak ada kemewahan, fasilitas juga masih pas-pasan, semua terbalut dalam kesederhanaan. Kita berharap, Qoni’a bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, mampu memberi manfaat dan warna yang lebih indah di masyarakat Jepara. Meskipun baru lahir Qoni’a harus bisa mandiri dan berpegang teguh dengan apa yang menjadi prinsip hidupnya “’Aza man Qoni’” (terima ing pandum). Sehingga aku sebagai bundanya tidak harus selalu bersama didekatnya, karena aku sadar pada masanya nanti seorang wanita harus mengikuti suami sebagai wujud pengabdian dirinya pada Allah SWT. Mulai sekarang sudah kubiasakan dia dengan orang-orang terdekat yang akan mengasuhnya ketika diriku secara fisik tak bersamanya.
Untuk para bundanya Qoni’a yang tidak lain adalah sahabat sekaligus guru-guruku, mohon do’anya untuk pertumbuhan Qoni’a Jepara semoga Allah ridlo dan memberkahinya. Ditunggu kedatangannya untuk sekadar foto bareng atau bancaan nampanan. Tak perlu repot membawa bingkisan macam-macam, kalo ada buku-buku pelajaran yang masih layak digunakan Qoni’a Jepara sangat berbahagia menerimanya. Dan yang tak kalah pentingnya Qoni’a Jepara menunggu kelahiran saudara-saudaranya di luar kota, meskipun dengan jalur yang berbeda. Supaya jalinan silaturahim kita semakin erat dengan Qoni’a. (Dian Afri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar